Areal Kebun Lada di Lampung Utara Berkurang 30%

Seorang petani lada di Desa Tanjungjaya, Kecamatan Sungkai Barat, Lampung Utara sedang memetik lada di kebunnya. LAMPUNG POST/Yudhi Hardiyanto

KOTABUMI, Mediawarga.info--Tingginya harga lada di Kabupaten Lampung Utara yang berkisar Rp110 ribu--Rp100 ribu/kg selama tiga tahun terakhir (2012-2014) belum mendorong naiknya perluasan areal lada di kabupaten setempat. Kepala Bidang (Kabid) Produksi Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Disbun) Kabupaten Lampung Utara, Kirdi di ruang kerjanya, Selasa (24/3), mengatakan tingginya harga lada yang menembus angka Rp100 ribu--Rp110 ribu/kg terhitung Maret ini belum mendorong perluasan areal tanaman lada yang menjadi komoditas andalan kabupaten itu.
“Tingginya harga lada yang merangkak naik dalam tiga tahun terakhir (2012-2014) di Lampung Utara belum menjadi daya dorong bagi petani untuk mengusahakan tanaman lada di lahannya” ujarnya.

Merujuk hasil rekapitulasi luas areal dan produksi tanaman perkebunan 2009-2013, pada 2011 tercatat luas areal lada di Lampura sekitar 19.177,5 hektare (ha). Pada 2012 turun menjadi 18.473,5 ha, 2013 (18.090 ha), dan 2014 merujuk perhitungan sementara, diperkirakan luas areal kembali turun menjadi sekitar 15 ribuan ha atau dalam kurun waktu tersebut (2012-2014) terjadi penurunan luas areal sekitar 30%.
Sementara itu, harga lada di pasaran cenderung naik. Pada 2012, harga lada masih berkisar Rp40 ribu/kg, 2013 harga naik Rp60 ribu--Rp70 ribu/kg, dan 2014 menembus angka Rp100 ribu dan sampai Maret ini harga lada masih berada pada kisaran Rp100 ribu--Rp110 ribu/kg.

“Jika dibandingkan penurunan luas areal lada di Lampung Utara tidak sebanding dengan tingginya harga lada di pasaran yang cenderung terus naik,” kata Kirdi kembali.

Menyoal penyebab berkurangnya kebun lada di kabupaten itu, dia memperkirakan hal itu kemungkinan karena petani melakukan peremajaan atau meyulam dengan mengganti tanaman lada tua yang tidak produktif dan yang terkena penyakit ke tanaman lada baru. Selain itu, bisa juga karena pengaruh iklim akibat El Nino seperti saat ini, tidak ada batas yang jelas kapan musim hujan dengan kapan musim kemarau dan bisa juga karena teknik budi daya lada yang dilakukan petani kurang tepat.

Menyikapi itu, pihaknya menganjurkan petani meremajakan atau rehabilitasi tanaman lada yang kurang produktif dengan mengganti bibit lada unggul yang tahan penyakit khususnya busuk pangkal batang seperti bibit lada varietas Natar 1 dan Natar II atau bibit unggul varietas lokal.


“Melalui peremajaan tanaman lada yang sudah tua atau kurang produktif dengan tanaman baru varietas unggul yang tahan penyakit dan penggunaan pupuk organik, diharapkan hasil panen lada dapat naik. Sehingga, kenaikan harga dapat seiring dengan kenaikan produktivitas yang berimbas pada naiknya kesejahteraan petani,” kata Kirdi. (Yud/Lampost.co).


Penulis: Yudhi Hardiyanto
Jurnalis Lampung Post

Posting Komentar

0 Komentar