Ilustrasi Syariah Islam (Republika.co.id) |
Senin (30/03/2015), Netizen di media sosial dan situs-situs Islam
ramai memberitakan diblokirnya beberapa situs dan Blog Islam oleh Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Seperti
diberitakan news.fimadani.com, BNPT melalui suratnya nomor
149/K.BNPT/3/2015 memerintahkan pemblokiran terhadap 22 situs dan blog
Islam yang dianggap berbahaya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Dalam surat tindak lanjut kepada penyelenggara Internet Service Provider (ISP) di Indonesia, menyebutkan bahwa ke-19 situs dan blog tersebut merupakan “penggerak paham radikalisme dan atau sebagai simpatisan radikalisme”.
Tak
pelak pemblokiran 22 situs dan blog Islam ini menuai pro dan kontra.
Bagi yang kontra mereka menuangkan protes di dunia maya dengan membuat
tagar #KembalikanMediaIslam di Twitter dan Facebook. Bahkan tagar
#KembalikanMediaIslam menjadi trending topic dunia di Twitter.
Radikalisme Islam bukan hasil Impor
Benarkah situs dan blog Islam diblokir upaya membendung impor radikalisme Islam?
Radikalisme
Islam sebenarnya bukan hasil impor. Cita-cita menerapkan Syariah Islam
bukankan sudah ada perdebatannya sejak ditetapkannya "Piagam Jakarta"
pada tahun 1945? Dimulai dengan dihapusnya kalimat pengiring Sila
Pertama Pancasila yaitu " “Dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya” dicoret dari Pembukaan UUD 1945.
Sejarah
mencatat pergumulan ideologis tersebut tidak berhenti sampai disidang
BPUPKI, terus berlangsung sampai sekarang. Yang paling sengit dalam
sidang Majelis Konstituante di Bandung antara tahun 1956 sampai 1959,
yang mengakibatkan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. (Baca :Detik-detik Menentukan Perubahan Piagam Jakarta)
Jadi
salah besar kalau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan
pemerintah menyatakan radikalisme Islam itu di Impor dari Timur Tengah.
Politik
Islam tumbuh dan besar, embrionya muncul dari kesadaran nasionalisme
yakni dengan didirikannya Syarikat Dagang Islam (SDI) pada 1912 oleh H.
Samanhudi yang kemudian ber-metamorfhosis menjadi Syarikat Islam.
Kemudian SI dibawah kepemimpinan HOS Tjokroaminoto merubah yuridiksi SDI
lebih luas yang dulunya hanya mencakupi permasalahan ekonomi dan sosial
kearah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat perjuangan Islam
dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada
masa tersebut.
Kemudian, lahirnya Majlis Islam A'la Indonesia
(MIAI) yang tokoh-tokohnya berjuang keras di BPUPKI agar menggolkan
Syariah Islam dalam Piagam Jakarta, lahirnya Partai Islam Masyumi,
sampai pecahnya pemberontakan DI/TII, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan
yang terbaru gerakan Jihadis oleh beberapa tanzim Islam seperti Jamaah
Islamiyyah dan Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso. Semua ada
benang merahnya.
Tidak mudah menghilangkan ideologi Politik
Islam yang mencita-citakan diterapkannya Syariah Islam di Indonesia. Ada
faktor tunggal yang menjadi akar masalah radikalisme. Ada korelasi dari
semua faktor seperti kemiskinan dan ketidakadilan yang sudah
mengkristal. Gerakan radikalisme di Indonesia bukan produk impor tapi
ada sejak lama atau 'home ground'.
Pemblokiran situs dan blog
Islam itu hanya masalah ideologi karena Politik Islam dianggap akan
mengancam ideologi Pancasila. Ini adalah pertarungan ideologi lama....
Oleh: Muhammad Ridwan
Citizen Reporter di Mediawarga.info
Bisa dikontak melalui
www.facebook.com/akhina.ridwan
www.twitter.com/muhridwan78
muh_ridwan78@yahoo.co.id
Bisa dikontak melalui
www.facebook.com/akhina.ridwan
www.twitter.com/muhridwan78
muh_ridwan78@yahoo.co.id
0 Komentar