Sebaskom Air Garam Bisa Datangkan Hujan?

Masyarakat di Sumatera yang terkena dampak asap kebakaran hutan menyediakan ember berisi air garam untuk membuat hujan buatan (KOMPASIANA.com)

Bandar Lampung, Mediawarga.info—Musim El-Nino tahun ini dampaknya sangat terasa di Indonesia. Selain Musim kemarau yang berkepanjangan, bencana lain datang tidak kalah dahsyatnya, yakni kabut asap dari kebakaran hutan membuat masyarakat semakin menderita. Berbagai upaya dilakukan agar hujan turun menghilangkan asap, diantaranya digelarnya sholat meminta hujan bagi yang muslim di beberapa daerah.

Di samping doa bersama, ada ajakan untuk membuat hujan buatan oleh warga melalui pesan di Blackberry Messenger dan media sosial. Isi pesan tersebut menghimbau warga untuk menyediakan baskom berisi campuran air dan garam dan diletakan diluar rumah, seperti yang diterima mediawarga.info beberapa hari lalu.

"Sediakan baskom air yang dicampur garam dan letakkan di luar rumah, biarkan menguap. Waktu penguapan air yang baik adalah pukul 11.00-13.00. Dengan makin banyak uap air di udara, hal itu semakin mempercepat kondensasi menjadi butir air pada suhu yang makin dingin di udara," demikian bunyi pesan berantai yang diterima Mediawarga.info dari Efrawadi yang berdomisili di wilayah yang paling parah terkena dampak asap Sumatera yakni Provinsi Jambi. 

Pesan berantai itu juga berisi penjelasan secara singkat mengenai proses terjadinya hujan melalui rekayasa sederhana tersebut.

"Dengan cara sederhana ini, hujan diharapkan makin cepat turun. Semakin banyak warga melakukan ini di tiap-tiap rumah, (jika dilakukan oleh) ratusan ribuan, maka akan menciptakan jutaan kubik uap air di udara," demikian lanjutan dari pesan itu. 
"Mari kita sama-sama berusaha untuk menghadapi kabut asap yang makin parah." 

Namun menurut laman KOMPAS.com, cara sederhana untuk mendatangkan hujan itu  sangat jauh panggang dari api mengutip pernyataan Peneliti Meteorologi Tropis BPPT Dr Tri Handoko, Sabtu (12/09).  

Menurut Tri Handoko, satu ember air tiap rumah, dan bila ratusan ribu orang dari tiap rumah melakukannya maka akan ada jutaan meter kubik uap air, hal itu tidaklah mungkin.  Dengan asumsi satu ember sama dengan 10 liter air, maka total air yang hendak diuapkan hanya ribuan meter kubik. Diperlukan ratusan juta ember untuk mendapatkan jutaan meter kubik. Itu pun jika air yang ditempatkan di ember menguap semua. Ini dipastikan tidak akan mungkin.

“Proses terjadinya hujan bukan merupakan mekanisme mikro seperti yang disampaikan dalam pesan berantai tersebut. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi agar hujan terjadi. Selain penguapan yang besar, perlu pola angin tertentu sehingga uap air bisa terkondensasi di suatu wilayah.  Tentu saja ini terkait dengan kondisi cuaca skala luas. Keberadaan gunung bisa saja mengakibatkan terbentuknya awan, tetapi untuk menjadi hujan, perlu juga lingkungan yang mendukung," papar Tri Handoko mengutip laman KOMPAS.com.

Tri Handoko juga menjelaskan  bahwa air laut di sekitar Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau tetap menguapkan airnya. Namun, pola angin mengakibatkan uap air tertarik ke utara dan timur laut sehingga awan terbentuk di wilayah utara. Memang, selalu saja ada peluang perubahan pola angin pada skala yang lebih kecil yang memungkinkan terbentuknya awan. Tim BPPT telah siaga untuk menyemai awan yang mungkin tumbuh agar bisa menjadi hujan.

Namun menurut Peneliti BPPT tersebut, dari sisi partisipasi masyarakat, dia merasa senang terhadap adanya aksi itu. Hal tersebut menunjukkan kepedulian tinggi masyarakat terhadap bencana asap yang sedang terjadi. 

Partisipasi Masyarakat dalam menangani bencana asap di Indonesia menjadi faktor penting,  minimal masyarakat memiliki kesadaran akan  bahaya  membakar hutan dan lahan. Pembakaran kecil bisa menjadi besar dan tidak terkendali. Kemudian masyarakat juga bisa melaporkan kepada yang berwajib jika ada oknum yang sengaja membakar hutan dan lahan. #SavehutanIndonesia

Editor: Muhammad Ridwan (Admin Mediawarga.info)
Referensi: KOMPAS.com

Posting Komentar

0 Komentar