Mediawarga.info--Rupiah
anjlok, inflasi ‘’mengganas’’ dan
semakin mencekik rakyat. Utang negara menggunung sampai Rp 4.201 Triliun, dan Jokowi
masih saja bicara ‘’aman?’’.
Presiden
macam apa yang tenang – tenang saja saat ekonomi bangsa terancam ambruk seperti
ini?
Bukankah
sejarah sudah mengajari kita? Ekonomi yang dibangun dari utang dan modal asing
pasti akan mudah digoyang oleh negara produsen Kapitalisme global, Amerika
Serikat.
Tahun
1998 ekonomi Indonesia Chaos karena
utang dan diperparah dengan mengenaskannya kurs Rupiah terhadap dollar. Tahun
2008 Indonesia terancam ‘’sekarat’’
karena ekonomi Paman Saman sedang ‘’batuk
– batuk’’. Semua itu disebabkan karena satu, Kebijakan Presiden yang ‘’bandel’’.
Kalau
saja Jokowi tidak ‘’bandel’’
membiarkan Maskapai Garuda beli pesawat Boeing atau Airbus dengan harga dollar,
mungkin besaran ekspor kita bisa lebih tinggi dari pada impor.
Harusnya
pengadaan armada Garuda bernilai puluhan Trilyun itu ‘’di-PR-kan’’ PT. DI Bandung, kapan lagi BUMN kita dapat order
kalau bukan dari konsumen dalam negeri?
Kalau
saja Jokowi berani secara ‘’jantan’’
memaksa perusahaan – perusahaan, khususnya BUMN membayar deviden atau transaksi
impor pakai Rupiah. Barangkali ‘’keperkasaan’’
dollar bisa di atasi.
Kalau
sudah tahu ekonomi global sedang krisis. Yunani, Siprus, Zimbabwe, Puerto Rico
dan Nauru bangkrut gara – gara utang yang berlebihan, kenapa Jokowi masih saja ‘’bandel’’ membiarkan Rini Soemarno
(Menteri BUMN) berutang Rp 520 Triliun? Ini kesannya Presiden kok ‘’hura – hura’’ tanpa memikirkan rupiah
yang semakin terpuruk.
Aktivis
dan rakyat bukannya sudah memberi ‘’alarm’’
pada 1998. Jika harga beras untuk perut rakyat semakin meroket, ekonomi
dikuasai barat, kekayaan alam dijarah kapitalis asing dan Rupiah menjadi mata
uang ‘’sampah’’, itu artinya sudah
waktunya Presiden untuk turun sebelum diturunkan!.
Rakyat
tidak makan pencitraan. Rakyat tidak minum demokrasi ‘’yang katanya dianggap’’ sukses. Detik semakin berjalan,
Masyarakat Ekonomi ASEAN semakin mendekat bak setan yang hendak melumat
perekonomian nasional.
Jika
ingin mempercepat laju investasi, bukan penghapusan bahasa Indonesia untuk
orang asing caranya. Investasi sangat tidak ada hubungannya dengan bahasa. Jika
kau jujur, ulet, intelek, inovatif dan punya infrastruktur ‘’Iblis’’ pun mau memberimu modal usaha bung!. Ini adalah kebijakan
paling tidak nasionalis yang pernah dilakukan Presiden sejak Republik ini
berdiri.
Ketika
orang – orang asing menyerbu Indonesia, harusnya bahasa Indonesia menjadi
tameng terakhir pertahanan apakah manusia Indonesia dapat memenangkan kompetisi
atau tidak. Eh ini malah dihapus, jadi sebenarnya kau ini ‘’Pelayan’’ rakyat atau asing?
Saat
mahasiswa Singapura, Malaysia dan Thailand belajar keras tentang manajemen
ekonomi, audit keuangan, teknik pembangunan dll. Kami mahasiswa Indonesia
disuguhi pertunjukkan ‘’badut politik’’
dan ‘’tikus berdasi’’ setiap hari.
Mana bisa kami berkompetisi dengan lulusan dari luar? Apa pemerintah tidak
sadar kalau sistem pendidikan kita sangat tidak berkualitas? Benahi dulu
pendidikan baru bicara Investasi. Kalau kita masih bodoh mana ada Investor yang
mau datang? Kalau pun datang mereka sendiri yang akan menjadi Bos dan kita ‘’budaknya!’’.
Sebelum
Rupiah semakin anjlok dan utang negara menggelembung hingga nominal yang tak
dapat dikendalikan. Mending Presiden jangan ‘’bandel’’
deh, jangan ‘’bandel’’ kalau dikasih ‘’nasihat!’’.
tapi kalau masih saja bersikeras seperti Soeharto, ya siap – siap saja
turun dari ‘’kursi’’ pemberian kami
(rakyat Indonesia).
Oleh : Muhammad Mu’alimin, Ketua
Umum HMI Komisariat Universitas Al Azhar Indonesia, Ketua DPC PERMAHI Jakarta
Selatan, Anggota FLP Jakarta
0 Komentar