Ribuan Santri
di Ciamis Jalan Kaki Menuju Jakarta Untuk Mengikuti Aksi Bela Islam Jilid 3
(Sumber: Vivanews)
|
Mediawarga.info--Yang jarang
dikaji ummat Islam dalam kisah "long march" Nabi Muhammad SAW dalam
penaklukan Makkah (Futuh Makkah) adalah bahwa ia bukanlah sebuah unjuk kekuatan
kaum muslim kepada oligarki Quraisy yang menguasai Makkah, tetapi perjalanan
tersebut merupakan prosesi religius bagaimana manusia menundukkan amarah.
Adalah Ibnu Arabi dalam tafsir-tafsir sufistik
Pembukaan Makkah (Futuhat al Makiyah) yang menggambarkan perjalanan ke
Makkah sebagai perang manusia menundukkan amarah.
Tidak ada satu pun darah yang ditumpahkan Nabi
Muhammad SAW dalam penaklukan Makkah.
Bahwa benar telah terjadi satu kekecewaan yang
digerakkan oleh dorongan alamiah kemarahan (amarah) setelah menempuh
ujian-ujian perjalanan menuju Makkah, tetaplah tinggal sebagai sesuatu yang
terbenam (ghaizd). Ia tidak pernah keluar sebagai sesuatu yang
terlampiaskan (ghadab).
Pada Bani Sulaim yang ditemuinya di ujung Kota
Madinah, ia mengajarkan untuk menahan pedang-pedang dari menyakiti musuh yang
telah menyerah.
Menjelang senja di desa tua Yaztrib di hadapan
Khabalah Bani Qathafa ia melarang pasukannya membunuh orang tua, anak-anak dan
perempuan.
"...dan cegahlah tanganmu dari menyakiti
orang-orang shaleh yang membunyikan kidung pujian dibihara-bihara dan
gereja-gereja."
Rombongan bergerak dalam malam dingin udara Hijaz, tidak
ada kata-kata cacian, hujatan, fitnah, kebencian kecuali kalimat tasbih,
takbir, tahlil, tahmid, dan istigfar. Sampai bertemu mereka dengan pemilik
ladang dari Bani Muzain yang bertanya apakah ia akan dibunuh dan harta benda
miliknya akan dirampas.
"...tahan tanganmu dari merusak tumbuhan,
menghancurkan ladang-ladang, dan membunuh hewan tanpa alasan."
Pasukan bergerak dalam deraan penderitaan panas Gurun
Hijaz. Kesusahan hidup dan kesenangan dibatasi oleh waktu yang fana,
kematian hanya sehitungan tarikan nafas saja.
Maka ketika pasukan dengan zirah yang dibunyikan,
canting, tasbih, takbir, tahlil, tahmid dan istigfar itu memasuki Gapura Marr
Zahran ditepi Kota Makkah. Peperangan telah diselesaikan.
"Apakah yang akan engkau harapkan aku lakukan
kepadamu?" Ia berkata kepada rombongan besar pasukan Quraisy yang
menyerah.
"...adat kami adalah kematian bagi para
pengkhiatan, dengan begitu engkau mengembalikan kehormatan kami wahai
Muhammad."
"Kehormatan manusia adalah ketika ia
tercegah dari amarah yang terlampiaskan."
Maka pasukan muslim pada hari itu menyaksikan satu
persatu pasukan Quraisy mengucapkan syahadah. Pasukan yang semasa lalu adalah
orang yang akan membunuh mereka kini menjadi saudara.
Muhammad tersungkur ke tanah di bawah kaki Qashwa,
unta tua yang lemah yang telah membawanya kembali dari perjalanan hijrah 13
tahun lalu untuk kembali ke Makkah.
"Bila datang padamu pertolongan dari
Tuhanmu."
"dan di hari itu engkau Muhammad menyaksikan
manusia dari segala penjuru datang berbondong-bondong kepada kemuliaan
addin."
"Maka bertasbihlah dengan memuji nama Tuhanmu dan
mintalah Ampunannya. Sesungguhnya ia adalah Tuhan yang Maha pemaaf."
Apabila hakikat telah menyeru dalam hati, Ibn Arabi
melanjutkan dalam catatan, ketika ia tafakur pada tanah Makkah yang berdebu
maka dunia ini hanyalah sebuah pentas bagi pengembara dan satu jembatan yang
harus dijalani.
Seandainya manusia tidak menghiasinya dengan
sifat-sifat dan kemuliaan yang terhalangi kebencian dan kemarahan maka tiadalah
akan terbuka jalan baginya menemukan kebahagian yang hakiki.
I'tibar apa yang bisa kita ambil dari Ribuan Santri di Ciamis Jalan Kaki Menuju Jakarta Untuk Mengikuti Aksi Bela Islam Jilid 3? Kita bisa berkaca dari tulisan di atas. Selamat berjuang saudara-saudaraku...
Sumber : Ilmu dan Perjalanan, Futuhat al Makiyah
Dari Status Akun Facebook Andi
Hakim
0 Komentar